Rabu, 18 Februari 2009

4,5 Trilliun Rupiah Kerugian Ekonomi Akibat Sakit dan Disability di Gorontalo


Sehat adalah investasi sudah sering kita dengar, tetapi mungkin belum membuktikannya secara hitung-hitungan ekonomi. Memahami konsep kerugian ekonomi (economic loss) akan membuat kita sadar betapa pentingnya program kesehatan untuk diberikan porsi anggaran yang proporsional untuk mencegah terjadinya penyakit dan disability. World Health Organization (WHO) memberikan definisi disabilitas sebagai keadaan terbatasnya kemampuan (disebabkan karena adanya hendaya) untuk melakukan aktivitas dalam batas-batas yang dianggap normal oleh manusia.
Seorang yang mengalami disabilitas berarti secara ekonomi tidak mampu melakukan aktifitas yang mampu mendatangkan penghasilan minimum (WHO). Ada dua jenis kerugian yang timbul akibat sakit yaitu ; 1. Kerugian ekonomi akibat hilangnya waktu produktif akibat sakit dan 2, Kerugian ekonomi akibat biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan.
Seorang yang mengalami disabilitas selama beberapa hari, misalnya, tidak bisa bekerja, tidak bisa masuk sekolah, tidak dapat bermain atau bahkan tidak mampu melakukan tugas sehari-hari. Belum lagi kalau hal ini berdampak langsung di masalah keluarga yang mengalaminya, yaitu harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pengobatan. Kemudian juga, disability memperburuk ekonomi rumah tangga, membuat kemampuan rumah tangga untuk membiayai pendidikan, kesehatan dan gizi anak mereka juga menjadi terbatas. Dan kalau melihat aspek ini dalam jangka panjang akan menimbulkan efek menurunnya mutu SDM orang Gorontalo juga nantinya.
Hasil riset kesehatan daerah di Propinsi Gorontalo, yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan tahun 2008. Ada satu hal menarik penulis, yaitu data tentang prevalensi orang-orang yang berusia di atas 15 tahun yang mengalami disability sangat (ketidakmampuan /hendaya fisik berat)), baik karena sakit atau kecelakaan yang mencapai 3,6%. Disability sangat yang dialami oleh orang dalam usia produktif menyebabkan ia kehilangan pendapatan (economic loss).
Jika kita berasumsi penduduk Propinsi Gorontalo 1 juta orang, maka setiap tahun 36.000 orang mengalami disability akibat berbagai sebab, mulai sakit atau mengalami kecelakaan. Jika mereka usia produktif dan diasumsikan setiap hari mereka kehilangan pendapatan Rp. 10.000 (UMR) maka setiap bulan terjadi kerugian ekonomi Rp. Rp. 10.800.000.000. Setahunnya adalah Rp. 129.600.000.000.
Jika mereka mengalami disabilitas permanent sehingga tidak produktif lagi dan jika dihitung rata-rata usia produktif dimulai sejak umur 21 tahun sampai 55 tahun dengan asumsi bahwa disability terjadi sejak usia 21 tahun maka hilangnya waktu produktif karena disabilitas yaitu sebanyak 446.780.000 hari produktif atau 1.224.000 tahun produktif yang hilang dengan total kerugian ekonomi sebesar Rp. 4.467.800.000.000, (4,5 Trilliun rupiah ). Wah … angka ini mungkin cukup untuk membiayai pembangunan untuk 10 tahun anggaran disatu Kabupaten/Kota di Propinsi Gorontalo.
Angka-angka ini adalah perhitungan global berdasarkan asumsi-asumsi yang mungkin saja lebih kecil tapi mungkin juga lebih besar sebab belum dihitung berapa biaya yang sudah dikeluarkan untuk pengobatan sebelum mengalami disabilitas dan berapa akibat yang ditimbulkannya, misalnya ketidakmampuan membiayai rumah tangga akibat kemiskinan, kerentanan terhadap sakit akibat gizi buruk, Tbc, dan ketidak mampuan membiayai pendidikan, dll. Belum lagi jika angka riskesdas tersebut merupakan prevalensi pertahun, artinya setiap tahun disabilitas terjadi konstan 3,6%. Nah bandingkan dengan berapa anggaran kesehatan yang sudah dialokasikan di APBD untuk sektor kesehatan pertahun ? (rusli a. katili).