Senin, 15 Maret 2010

Haruskah Puskesmas Dirubah ?


Tahun kemarin saya mengantar seorang pakar kesehatan masyarakat, Prof. Dr. Widodo J. Pudjirahardjo, MPH, Guru Besar FKM Universitas Airlangga Surabaya, yang diundang oleh dinas kesehatan Bone Bolango untuk memberikan materi tentang pedoman penyususn SOP dibidang pelayanan kesehatan. Dalam perjalanan menuju bandara Jalaluddin, beliau kaget melihat sebuah puskesmas yang telah berubah menjadi Medical Center, yang pelayanannya tidak jauh beda dengan rumah sakit.

Beliau bilang begini “ Rusli apa bahayanya jika sebuah puskesmas dirubah menjadi medical center ? Saya tidak mau menjawab karena saya mau profesor yang jawab sendiri. Tetapi Karena dia mantan dosen saya di S2 Unhas , tentu saja saya paham apa yang menjadi kekagetannya, dan tentu saja saya tahu jawabanyya. Sebab konsep puskesmas dan medical center/ rumah sakit sangat berbeda.

Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan terdepan yang bergerak dalam program-program yang bersifat promotif dan preventif, dengan sedikit kuratif dasar. Medical center.rumah sakit lebih ke penanganan pasien dengan pendekatan kuratif dan perorangan (privat). Dia kemudian menjelaskan dengan ilustrasi sederhana saja :

Beliau bilang begini. Simak dialog dokter pasien berikut : Dokter di medical centre /rumah sakit : ”ibu sakit apa”, Ibu : ” berak2 pak dokter” , dokter lakukan pemeriksaan kemudian memberikan obat , membayar dan lalu pasien pulang. Maka selesailah kegiatan di medical center, paling ada titipan pesan kalau sakit berlanjut datang lagi. Selesailah aktifitas di medical center.

Tapi simak dialoh dokter pasien di puskesmas : ” ibu sakit apa ?, sang ibu menjawab :” berak-berak encer dok”, pertanyaan dokter selanjutnya adalah : ” selain ibu, siapa lagi yanng menderita diare di rumah, atau ditetangga? Ibu minum air dari mana? Apa dimasak dulu? Apa ada WC di rumah ibu? Dan seterusnya. Maka terapi bukan saja kepada ibu, tetapi bagaimana upaya promotif kemudian dilakukan dengan penyuluhan tentang cara memasak air aga bisa diminum, pengadaan WC jika ibu tidak punya WC? Dan akhirnya tergeraklah lintas sektor lain untuk sama sama menangani kasus diare tadi.Yang terjadi adalah tidak adalagi kasus baru yang muncul dimayarakat akibat penularan diare yang cepat dan tentu saja mencegah kematian.

Coba ilustrasikan dengan pasien TBC dengan model ilustrasi diatas ! Maka itulah perbedaan mendasar antara pelayanan di medical center dan puskesmas.

Kira-kira apa yang akan terjadi jika konsep pomotif dan preventif kemudian secara perlahan hilang akibat merubah puskesmas menjadi medical center yang konsep pelayanannya lebih kepa individu dari pada masyarakat. Apalagi jika kemudian puskesmas malah dirubah menjadi rumah sakit ? Maka siap-siaplah menghadapi KLB penyakit dengan eksternalitas yang tinggi, seperti Diare, DBD, TBC, Kusta dan lain-lain. Semoga itu tidak terjadi. (bersambung)