Jumat, 05 Oktober 2007

WAJAH PERUMAHSAKITAN SAAT INI


Pelayanan rumah sakit diera sekarang tidak terlepas dari perkembangan ekonomi masyarakat . Hal ini tercermin pada perubahan fungsi klasik rumah sakit yang pada awalnya hanya memberi pelayanan yang bersifat kuratif (penyembuhan) saja terhadap pasien melalui rawat inap dan rawat jalan bergeser ke pelayanan yang lebih komprehensif meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Pengaruh perubahan dinamika lingkungan usaha rumah sakit yang terjadi tidak saja di Indonesia tetapi hampir diberbagai penjuru dunia. Hal ini menuntut para manajer untuk lebih memperhatikan secara saksama dinamika lingkungan yang ada yang kemungkinan besar akan merubah system manajemen yang dipergunakan. Sistem manajemen yang berlaku global mempengaruhi pola berfikir manajer rumah sakit, dengan menekankan pada aspek efisiensi dan produktifitas serta memperhatikan pemerataan pelayanan. Gambaran lain adalah tehnologi kedokteran dan obat-obatan yang berkembang pesat disisi lain rumah sakit adalah lembaga pemberi jasa pelayanan kesehatan yang tergantung pada perkembangan tehnologi kedokteran.
Tehnologi kedokteran mempengaruhi biaya pelayanan rumah sakit. Menurut Trisnantoro (2005) saat ini sektor kesehatan berbeda jauh dengan keadaan 50 tahun lalu. Tehnologi yang digunakan saat ini sangat canggih, sebagi contoh operasi dengan menggunakan peralatan mikro merupakan suatu tindakan yang sama canggihnya dengan tehnologi program ruang angkasa dan militer yang tentu saja memerlukan SDM yang berkompetensi untuk mengelolanya.
Salah satu tehnologi tinggi adalah obat yang dihasilkan oleh industri farmasi. Obat merupakan barang yang sangat dibutuhkan oleh rumah sakit. Kebutuhan akan obat ini sering disertai dengan biaya yang besar. Besarnya omset untuk obat-obatan mencapai 50-60% dari seluruh anggaran rumah sakit. Rumah sakit dapat meningkatkan pendapatan dengan memperbesar omset penjualan obat.
Hal inilah menjadikan rumah sakit menjadii lembaga yang bersifat padat modal, padat karya dan padat tehnologi Ketiga sifat tersebut menuntut pengelolaan keuangan rumah sakit yang lebih professional, berdasarkan hitungan-hitungan ekonomi. Cost recovery rate (CRR) rumah sakit menjadi hal yang sangat penting, penentuan tarif lebih rasional, disertai peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan serta mampu berkembang (growth) dan survive.
Pengertian rumah sakit menurut WHO adalah suatu bagian penyeluruh dari organisasi sosial dan medis berfungsi memberikan pelayanan Kesehatan yang lengkap kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana pelayanan keluarga menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan, serta untuk penelitian biososial.
Dari definisi diatas bahwa rumah sakit disamping memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif kepada masyarakat juga sebagai pusat pendidikan calon tenaga kesehatan. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa rumah sakit juga harus menjalankan fungsi sosialnya.
Dalam perkembangannya rumah sakit swasta yang dikelola oleh yayasan keagamaan seperti rumah sakit Islam sangat kesulitan dalam memenuhi fungsi sosialnya oleh karena kesulitan dalam hal pendanaan. Hal ini membuat banyak rumah sakit swasta bahkan yang dikelola oleh yayasan keagamaanpun berubah menjadi lembaga for profit sebagai jawaban terhadap perubahan lingkungan yang terjadi diluar rumah sakit akibat pengaruh globalisasi.
Walaupun demikian masih banyak rumah sakit keagamaan masih melihat perubahan yang ada tanpa strategi pengembangan yang jelas (Trisnantoro, 2005). Hal ini dapat membawa suatu resiko yaitu rumah sakit keagamaan akan menjadi lembaga usaha yang praktis untuk mencari keuntungan atau menghidupi SDM, akibat hilangnya subsidi dan semakin mahalnya alat dan tenaga kesehatan yang pada akhirnya menuntut pendapatan yang tinggi.
Subsidi yang mengecil atau bahkan tidak ada sama sekali menyebabkan rumah sakit keagamaan kesulitan mencari sumber dana bagi orang miskin yang sakit, sementara penggalian dana-dana kemanusiaan sama sekali tidak dikelola secara sistematis. Penerapan subsidi silang dari kelas atas (VIP) ke kelas bawah (III) tidak rasional.
Penelitian Abeng dan Trisnantoro (1997) disebuah rumah sakit swasta menunjukkan bahwa tarif kamar VIP berada dibawah unit cost. Hal yang dikhawatirkan adalah pasien dikelas bawah justru mensubsidi pasien kelas atas. Kenyataan menunjukkan bahwa konsep sibsidi silang sebenarnya tidak ada ataupun jika ada subsidi silang akan menggerogoti aset dan kemampuan investasi rumah sakit.
Hal yang penting adalah masalah biaya operasional dan pemeliharaan yang tidak semudah biaya investasi untuk memperolehnya. Akibatnya banyak rumah sakit swasta keagamaan yang mempunyai fasilitas fisik dan peralatan yang memadai tetapi kesulitan dalam mencari dana operasional, sehingga menaikan tarif akan menjadi pilihan, disamping itu belum ada standar sumber pendanaan termasuk pembagian sumber pendapatan (keuntungan) apakah untuk pemilik atau untuk pengembangan.
Berdasarkan kenyataan diatas maka rumah sakit mulai berubah menjadi lembaga usaha yang membutuhkan berbagai konsep ekonomi dalam manajemen yang mungkin asing bagi para dokter atau pemilik rumah sakit. Rumah sakit tidak lagi harus dipandang sebagai suatu lembaga yang harus bersandar pada norma-norma dan etika profesi dokter, tetapi lebih mengarah pada suatu lembaga yang harus hidup dan bermutu, berkembang dan mempunyai dasar etika berbagai profesi dan mempunyai etika bisnis. Dengan demikian rumah sakit bukanlah lembaga yang hanya menggunakan prinsip kedokteran dan kesehatan. Rumah sakit merupakan lembaga multiprofesional yang menghasilkan berbagai produk pelayanan kesehatan yang bermutu dengan tetap memperhatikan aspek sosialnya.
Impementasinya adalah penerapan ekonomi dalam pelayanan kesehatan harus dilakukan diantaranya dengan melakukan analisis biaya di rumah sakit.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ass.wr.wb.. Apa kabar pak dokter :) Salam kenal dari saya meskipun sudah pernah kenal waktu saya masih ngajar di WiraBhakti di masanya Mr.Robin :) Jangan lupa blognya di apdet terus :)