Senin, 26 Januari 2015

Good Corporate Governance adalah Ciri NPM (4)

Kemunculan Good Corporate Governance karena berbagai skandal perusahaan di seluruh dunia termasuk Enron, WorldCom, dan Royal Ahold Marconi telah mengguncang kepercayaan dari pemegang saham (Mamun et al, 2012). Hal ini disebabkan terjadinya pemisahan antara kepemilikan (principal) dan manajemen perusahaan (agency). Pemisahan ini didasarkan pada agency theory dimana manajemen cenderung akan meningkatkan keuntungan pribadinya daripada tujuan perusahaan dan keuntungan pesaham. Secara umum, teori agensi adalah terjadinya pemisahan antara fungsi kebijakan (regulator) dengan fungsi pelayanan publik dalam struktur organisasi pemerintah. Fungsi pertama dilakukan oleh kantor pusat kebijakan sedangkan yang kedua adalah kantor-kantor yang melaksanakan tugas pelayanan. Menurut teori dimaksud, idealnya Menteri/Pimpinan Lembaga memberi mandat dalam sebuah bentuk kontrak kinerja kepada kepala eksekutif badan pelayanan umum dalam melaksanakan satu program atau beberapa program sejenis yang akan dikelola secara professional. Sementara good corporate governance adalah tata kelola perusahaan yang baik yang menjamin terpenuhinya hak-hak stake holder dan share holder melalui peningkatan kinerja perusahaan melalui prinsip-prinsip disagregasi, otonomi/semi otonomi, control dan akuntabilitas, agensi, operasional bussines like. Di Indonesia sebagaimana juga di negara-negara Eropa, penerapan konsep agensifikasi dilakukan dengan kebijakan penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPKBLU). Hal ini berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Selanjutnya untuk penjabarannya Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Pengertian BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu “Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas”. Pengertian ini kemudian diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1 angka (1) PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. BLU adalah suatu badan pemerintah yang tidak bertujuan mencari laba, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan memberikan otonomi atau fleksibilitas. Selanjutnya pasal 1 ayat angka (2) pola pengelolaan keuangan badan layanan umum adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Penerapan agensifikasi memerlukan perubahan minset dari seluruh karyawannya agar memiliki pola pikir yang selalu dapat beradaptasi dengan perubahan, berani mengambil resiko dan mampu meningkatkan inovasi namun tetap dapat mengedepankan prinsip efisiensi dan efektifitas. (Riyanto A, 2013). Oleh karena itu dibutuhkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam mengelola institusi pelayanan publik termasuk rumah sakit. Pengelolaan rumah sakit dengan PPKBLU yang menerapkan prinsip pengelolaan yang business like, dimana rumah sakit pemerintah dikelola layaknya sebuah lembaga bisnis. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) disebutkan bahwa Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance), yang selanjutnya disebut GCG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha. Selanjutnya dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut disebutkan Pasal 3 prinsip-prinsip GCG yang dimaksud dalam Peraturan ini, meliputi: 1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan; 2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; 3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan (bersambung ...) Disarikan dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar: