Selasa, 06 Januari 2015

SEJARAH NEW PUBLIC MANAGEMENT DAN AGENCY (3)

Menurut Lukman M, dalam Badan Layanan Umum dari Birokrasi menuju Korporasi (2013), bahwa dalam literatur ilmu administrasi kontemporer, paradigma administrasi publik secara garis besar dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok (Denhardt & Denhardt, 2007), yakni Old Public Administration, New Pablic Administration dan New Public Service. Meskipun begitu, menurut Xun Wu dan Jingwey He (2009), ada beberapa cendekiawan yang mengemukakan beberapa alternatif paradigma baru dalam administrasi public selain dari paradigma diatas yakni Governance (Bingham, 2005) dan Public Value sebagaimana pertama kali diperkenalkan oleh Moore ( 1995) yang mendapat dukungan dari Alford (2002) dan Smith (2004). A.New Public Management Dari ketiga paradigma tersebut maka paradigna New Public Management (NPM) yang menjadi landasan teoritis lahirnya Badan Layanan Umum melalui peng-agenan atau agensifikasi. Paradigma ini merupakan tantangan sekaligus kritikan terhadap Old Public Administration yang menekankan pada birokrasi tradisional (Lukman, 2013). New Public Management identik dengan konsep yang popular seperti managerialisme (Guthrie & Parker, 1999, Parker & Gould 1999), reinventing government (Osborne & Gaebler, 1993), accountingnization (Power & Laughin, a992), breaking through bureaucracy (Barzelay, 1992) dan Market-based adminsitrastion (Lan & Rosenbloon, 1992). Secara singkat bahwa “NPM” menekankan bagaimana instansi public memperlakukan warga masyarakat atau public sebagai pelanggan (costumer). Pimpinan organisasi public harus menemukan cara-cara baru dalam mencapai hasil atau dengan meng”ala-swastakan” fungsi-fungsi dan pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan oleh pemerintahan. Pimpinan organisasi public seharusnya mengurangi pekerjaan yang harus mereka lakukan (steering) dan sebisa mungkin melalui kontrak ataupun bentuk atau pengaturan yang lain dan bukan dengan melakukan semua pekerjaan (rowing). New Public Sevice (NPS) Paradigma pelayanan public baru (NPS) muncul ditengah masyarakat setelah Janet V. Denhardt dan Robert D. Denhardt mengeluarkan buku popular yang berjudul “The New Public Services : Serving Not Steering” pada tahun 2003. Mereka mengkritik konsep NPM – steering rather than rowing –yang dianggap telah melupakan siapa pemilik kapal (who owns the boat). Menurut mereka administrator publik seharusnya fokus pada pelayanan dan pemberdayaan masyarakat dan warga kelas menengah harusnya berada dibarisan terdepan. Penekanan adminsitrasi seharusnya tidak diletakkan pada steering atau rowing saja, melainkan pembangunan institusi public yang ditandai dengan integritas dan responsiveness. Menurut Denhardt & Denhardt (2007) dalam Lukman (2013), bahwa ada 7 (tujuh) prinsip dasar new public services: Pertama, melayani warga negara bukan pelanggan, old public administration menganggap warga negara sebagai klient, yakni warga negaralah yang membutuhkan pelayanan (organisasi publik), sementara NPM menekankan warga Negara sebagai customer. Penekanan konsumen pada NPM membawa arti bahwa penyedia layanan public harus mengedepankan kepentingan-kepentingan konsumen . Sebaliknya pada NPS melihat public sebagai citizen yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama, yang berarti public juga harus tunduk pada peraturan yang ditentukan oleh organisasi publik, pun begitu organisasi publik haruslah memenuhi hak-hak publik dan membangun kepercayaan dan kolaborasi diantara warga Negara. Kedua, memenuhi kepentingan publik. Administrator publik haruslah berkontribusi pada pembangunan ide-ide kolektif kepentingan publik dan berusaha memfasilitasi kepentingan-kepentingan public. Ketiga, kewarganegaraan diatas kewirausahaan. Administrator publik harus mengutamakan kepentingan publik agar memberikan kontribusi yang lebih berarti daripada sekedar mewirausahakan administrator publik. Keempat, berfikir strategis dan bertindak demokratis. Kebijakan dan program yang memenuhi keinginan masyarakat bisa dicapai secara efektif melalui usaha yang kolektif dan proses kolaboratif. Kelima, menyadari bahwa akuntabilitas bukanlah sesuatu yang sederhana. Administrator public seharusnya tidak hanya mementingkan kepentingan pasar, melainkan juga harus tunduk pada konstitusi hukum, norma politik, standar profesional dam kepentingan warga negara. Keenam, melayani dari pada mengarahkan. Administrator publik haruslah bisa melayani dengan didasari kepada kepemimpinan yang didasari nilai dalam membantu warga negara, mengaktualisasikan, dan memenuhi kepentingan mereka daripada hanya mencoba mengontrol atau mengarahkan. Ketujuh, menghargai manusia bukan produktifitas. Organisasi publik hanya bisa sukses jika beroperasi secara kolaboratif dan menghargai semua umat manusia. Kemunculan sebuah kerangka teori ilmu pengetahuan pada umumnya tidak terlepas dari bagaimana situasi ekonomi, politik, dan sosial yang dialami suatu wilayah pada masa dan waktu tertentu. Begitu pula halnya dengan kelahiran new public management. Akhir dasawarsa 1970-an sampai 1980-an, sesuatu yang membawa pengaruh yang signifikan terhadap adminstrasi public adalah adanya pergeseran ideologi dan konseptual yang dialami oleh negara-negara maju dalam manajemen pemerintahan/publik kearah yang lebih berorientasi corporate/komersial. Sementara perekonomian dunia juga secara perlahan mulai menunjukan saling keterkaitan (interdependency) diantara satu dengan yang lain.. Negara-negara sosialis seperti China mulai membuka perdagangan dengan dunia lain (globalisasi) dengan memulai kebijakan yang disebut “Chinas Open Economy”. Peranan swasta didorong semaksimal mungkin dan membatasi peranan sektor publik. Pergerakan ini kemudian akhirnya mendorong istilah yang disebut dengan neoliberalism yang menekankan kepada liberalisasi ekonomi, perdagangan dan pasar yang terbuka. (Lukman, 2013). ............. bersambung (disarikan dari berbagai literatur)

Tidak ada komentar: