Sabtu, 25 Oktober 2008

Pasienpun Masuk Bursa Saham


Judul diatas tentu saja bukan berarti orang sakit masuk ke bursa saham. Tetapi melukiskan bahwa bisnis saham di bursa bukan lagi didominasi oleh saham-saham property. Sejak dibukanya kran bagi swasta untuk mendirikan rumah sakit melalui Permenkes 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik, maka bermuncullanlah rumah sakit yang dikelola oleh swasta.
Sebagai badan usaha (apalagi dalam bentuk PT) yang saham-sahamnya diperjualbelikan di bursa saham, maka tujuan suatu badan usaha berlaku pula yaitu menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya (profit) dan berusaha untuk mempunyai kemampuan yang cukup untuk tumbuh dan berkembang (growth and survive). Profit merupakan indicator kinerja bagi lembaga usaha untuk berkembang.
Menurut Katz dan Rosen (1998) menyatakan bahwa minimal terdapat tiga komponen perusahaan yaitu ; (1) Pekerja atau orang yang dipekerjakan den gaji tetap dan mempunyai peraturan kerja, (2) Manajer yang bertanggung jawab untuk menetapkan keputusan dan memonitor para pekerja dan (3), Pemilik yang mempunyai modal dan menanggung resiko usaha.
Dirumah sakit, komponen pertama diwakili oleh para dokter, perawat, bidan, apoteker, laboran, dan tenaga administrasi, komponen kedua diwakili oleh pada manajer rumah sakit dan komponen ketiga adalah pemilik rumah sakit (PT atau badan hokum lainnya). Dalam model ini terdapat pemisahan antara pemilik dan para manajerpelaksana. Pemisahan ini merupakan ciri lembaga usaha yang modern. Dengan dibukanya perusahan dipasar saham maka diperoleh ribuan pemilik saham yang seharusnya tidak berhubungan dengan keputusan-keputusan usaha oleh para manajer pelaksana. Hal ini penting mengingat rumah sakit tidaklah sama dengan industri jasa lainnya. Rumah sakit merupakan industri jasa pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk menyembuhkan orang sakit (kuratif), pemulihan (rehabilitatif) dan promotif.
Tetapi tahukah anda bahwa rumah sakit-rumah sakit swasta yang megah di berbagai kota besar, yang dikelola oleh perusahaan korporasi juga saham-sahamnya banyak yang diperjual belikan. Sejauh yang penulis ketahui ada beberapa rumah sakit milik swasta di Indonesia yang terdaftar di bursa SGX (Singapore Stock Exhange) melalui penerbitan real estate investment trust (REIT) untuk mencari sumber pendanaan baru untuk kepentikan expansi diberbagai kota baik dalam negeri maupun luar negeri.
Dengan REIT memungkinkan penjualan saham menembus batas-batas negara sehingga seorang di luar negeri dapat saja memiliki berbagai usaha bisnis di Indonesia termasuk rumah sakit. Dengan REIT maka pemilik saham dapat melakukan akuisis, merger, melakukan pinjaman dengan rasio debt yang tinggi bahkan dapat merangkap sebagai perusahaan pengembang. Bagi industri rumah sakit tentu saja hal ini perlu diatur agar tidak berdampat pada pelayanan dan aspek-aspek sosial yang seharusnya tetap diperhatikan.
Rumah sakit diharapkan tetap menjalankan praktek-praktek bisnis sehat. Hindari moral hazzart untuk kepentingan hitung-hitungan bisnis seperti break event point (BEP) atau pencapaian Cost Recovery Rate (CRR) dan Return of Investment (ROI)i. Sebab dalam posisi pasien yang consumer ignourance hal ini bisa saja terjadi.
Oleh karena itu masuknya industri rumah sakit ke bursa saham menuntut pemerintah untuk memperketat regulasi perumahsakitan. Sebab jika tidak masyarakat akan jadi obyek pemenuhan tujuan badan usaha yaitu untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Kepemilikan modal sebaknya dibatasi secara proporsional misalnya pesaham lokal tetap diberikan.
Menurut Menteri Kesehatan DR. Dr. Sitti Fadillah Supari, berbagai kebijakan pemerintah telah dilaksanakan dengan membatasi kepemilikan saham bagi pemodal asing maksimal 65% setelah tahun 2009, meski demikian pemerintah tetap membatasi dalam kegiatan operasionalnya. Rumah sakit harus bermitra dengan rumah sakit lokal, lokasinya harus ditetapkan oleh pemerintah, direktur utamanya haruslah dokter Indonesia, dan bersedia diaudit secara berkala oleh Departemen Kesehatan, semua tenaga kerja warga negara Indonesia, dan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dengan memberikan porsi untuk pelayanan bagi masyarakat miskin
Yang lebih penting adalah pemerintah seharusnya meningkatkan kualitas pelayanan dan manahemen rumah sakit dalam negeri, sehingga ketika era pasar bebas semakin terbuka maka rumah sakit dalam negeri telah siap bersaing. Disampimg itu perlu dilakukan regulasi bagi tenaga medis asing yang ingin bekerja di Indonesia dengan, misalnya dengan mempunyai SIP, Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia, dan hanya bisa sebagai konsultan dan tidak memberikan pelayanan kesehatan secara langsung.

(disarikan dari berbagai artikel)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

contoh rumah sakit yang termasuk ke dalam bursa saham siapa saja?